Potluck ala Tim Youth Café Program

Awal tahun 2020, Makassar masih ramai dan belum lahir yang namanya protokol kesehatan. Waktu itu saya sedang asyik-asyiknya menambah pengalaman di luar kampus dengan mengikuti kegiatan volunteering. Youth Café Program salah satunya. Sebuah tempat sekelompok relawan muda yang fokus dalam pengelolaan sampah berkonsep zero waste pada setiap event yang diselenggarakan. Senang sekali bisa lolos dan gabung bersama tim ini, padahal cuma iseng daftar. Banyak sekali yang bisa saya pelajari, mengenai sampah dan pentingnya menjaga alam.

Beberapa kali kita bertemu dalam tahap perkenalan setiap volunteer dan juga brainstorming program Youth Café Program untuk kedepannya. Sembari ngobrol dan diskusi bersama, manajer umum YCP Kak Fik menginisiatif agar perkumpulan atau meeting selanjutnya diadakan lebih santai tapi tetap serius tanpa merasa tegang. Konsep Potluck. Itulah yang diusulkan oleh Kak Fik.

Potluck? Saya yang volunteer baru, masih mencerna kata potluck yang telah diucapkan oleh Kak Fik. Memang baru pertama kali saya mendengar potluck. Beberapa dari kami teman-teman volunteer juga masih tabu dengan potluck.

“Apa itu potluck kak? Baruka pertama kali dengar ki” salah satu volunteer bertanya dengan aksen Makassarnya.

Setelah mendengar penjelasan kak Fik mengenai potluck. Sontak banyak dari kami langsung berkata “Oooooooo”, sebuah tanda bahwa kami sudah mengerti dan tahu apa itu potluck.

Ternyata guys, potluck itu hampir sama dengan piknik dan family gathering, yakni sebuah acara kumpul santai atau hang out bareng bersama teman ataupun keluarga. Nah yang berbeda dari potluck dengan lainnya yaitu masing-masing peserta wajib membawa makanan dan minumannya sendiri, kemudian dibagi bersama peserta lainnya. Kegiatan ini merupakan salah satu budaya di luar negeri yang ternyata masih tabu dan jarang dilakukan di Indonesia. Makanya saya dan beberapa teman volunteer bertanya-tanya setelah mendengar kata potluck karena memang baru pertama kali dengar.

Fotografer by Nurul Thahirah (Relawan Fotografi YCP)

Seperti yang telah dijelaskan kak Fik, potluck biasa dilakukan di tempat yang sejuk dan ruang terbuka hijau. Sayangnya di Makassar belum banyak fasilitas ruang terbuka hijau yang tersedia dan hanya beberapa yang bisa ditempati untuk kegiatan potluck ini. Opsi yang terpilih yaitu Benteng Rotterdam. Menurut kesepakatan teman-teman, hanya tempat ini yang mendukung kegiatan potluck karena memiliki area dengan rumput hijau yang luas dan bebas dari polusi udara. Sebenarnya sempat khawatir juga ingin potluck di ruang terbuka, karena Makassar saat itu lagi memasuki musim hujan.

Ada beberapa persyaratan ala YCP untuk mengikuti potluck ini. Pertama, harus membawa makanan ataupun minuman lokal tradisional khas daerah masing-masing. Kedua, tentunya dengan sistem zero waste diusahakan menghindari penggunaan kantong atau botol plastik dan kotak makanan berbahan styrofoam.

Fotografer by Nurul Thahirah (Relawan Fotografi YCP)

Minggu sore kami berkumpul di area Benteng Rotterdam dengan makanan dan minuman masing-masing. Setelah semua tim yang sempat datang hari itu berkumpul, kami duduk melingkar dan menjelaskan masing-masing makanan dan minuman tradisional yang dibawa secara bergiliran. Banyak sekali macam makanan tradisional yang terkumpul, ada yang membawa roko-roko unti’, jalangkote, kasippi, apang, baroncong, songkolo, barongko, cangkuneng, dan es buah. Dominan makanan yang dibawa yakni khas Bugis Makassar, sebab rata-rata dari kami asli Bugis Makassar. Saya sendiri yang asli Bugis Wajo membawa doko- doko cangkuneng yaitu makanan tradisional Bugis yang berbentuk segitiga dibungkus daun pisang. Rencananya sih pengen membawa bandang, tapi karena tinggal seorang diri di kost mana sempat bikin dan juga lumayan ribet. Kalau di kampung mudah ditemukan, apalagi nenek saya sering buat sendiri. Makanya saya cuman beli cangkuneng di warung khusus kue tradisional yang biasa jualan di pinggiran jalan.

Fotografer by Nurul Thahirah (Relawan Fotografi YCP)

Tibalah hari yang ditunggu! Pada sore hari ditemani suasana sejuk dan rindang di Benteng Rotterdam, kami berbagi kisah tentang makanan yang dibawa dan menceritakan usaha kami mencoba untuk mengurangi penggunaan plastik. Saya masih ingat ada cerita lucu salah satu anggota YCP namanya Adit, usahanya ingin ber­-zero waste membuat ia sampai bercekcok dengan mamanya gegara tupperware yang ia pakai. Tau lah ya ibu-ibu agak sensitif kalau tupperwarenya hilang. Saya pun waktu itu memakai tupperware yang ditaruh ibu saya di kost-an, alhamdulillah saya bersyukur ibu saya tidak termasuk kategori ibu-ibu yang terobsesi dengan tupperware wkwkwk.

Untuk menerapkan zero waste 100% tentunya sangat sulit, pastinya butuh waktu yang lama bisa menerapkan ini dalam kehidupan sehari-hari. Pada potluck sesi Rotterdam ini saja, beberapa anggota YCP ada yang terpaksa memakai kantongan plastik dan styrofoam karena baru sempat beli setelah pulang kerja. Sehingga tidak sempat memakai tempat bekalnya sendiri. Ya namanya juga usaha, setiap orang punya cara masing-masing untuk bisa terus menerapkan konsep zero waste ini.

Walaupun begitu, potluck dilakukan dengan seru dan asyik. Bagaimana tidak, kita bisa rapat membahas hal-hal serius tapi tidak dengan suasana yang tegang dan tidak lupa ketawa-ketiwi. Untungnya sore itu tidak hujan, sehingga potluck berjalan lancar dan nikmat. Sambil icip-icip berbagai makanan tradisional Indonesia, meeting tetap berjalan ditemani suasana Rotterdam yang sejuk dan lalu lalang pengunjung yang mengeliligi museum bersejarah ini.  Ada pengunjung dari luar negeri juga yang melirik dan terlihat penasaran dengan potluck kami sore itu. Pengen menawarkan makanan ke mereka tapi karena dengar berita korona yang lagi heboh di China membuat niat kami untuk berbagi diurungkan. Hahaha

Saking banyaknya jenis makanan, lumayan banyak juga yang tersisa. Hal ini terjadi karena sebagian dari kita baru pertama kali melakukannya. Sehingga kita tidak bisa memperkirakan berapa porsi yang akan dibawa, menyebabkan banyak makanan yang tersisa. Makanya sebelum berpisah, kita bagi sama rata untuk teman-teman volunteer untuk bawa pulang dan dimakan di rumah supaya tidak mubazzir. Belajar dari potluck pertama ini, selanjutnya tidak perlu membawa banyak-banyak dan bawa secukupnya saja.

Fotografer by Fikri Yathir (Manajer Umum YCP)

Menurutku, potluck ala YCP ini sangat unik karena tidak melupakan cita rasa lokal yang diselingi usaha untuk menerapkan zero waste di lingkungan sekitar tanpa paksaan. Saya sangat bersyukur bisa diberi kesempatan berteman dengan sesama anak-anak muda yang mengisi waktunya dengan melakukan kegiatan positif seperti ini. Berkat kegiatan ini saya lebih sadar betapa pentingnya untuk mencintai alam dan punya rasa tanggung jawab terhadap produksi sampah yang dihasilkan oleh diri sendiri. Saya sampai sakarang masih berusaha pelan-pelan dan belum bisa menerapkannya secara menyeluruh, sebab terpengaruh dengan lingkungan sekitar yang tidak terbiasa akan hal itu.

Semoga setelah pandemi berlalu, tim Youth Café Program bisa reuni kembali dan melanjutkan program yang belum tuntas. Sekian cerita pengalaman potluck saya bersama tim Youth Café Program, sangat senang bisa mengenal orang-orang hebat ini. Tambah senang lagi jika yang membaca ini bisa berbagi pengalaman juga mengenai potluck versi kalian, kolom komentar tentunya selalu tersedia. Ditunggu ya! Thank You!

13 tanggapan untuk “Potluck ala Tim Youth Café Program”

  1. Salam, kenal, kak..
    Wah, senang sekali ya bisa menambah teman sekaligus menambah ilmu.
    Ini pengalaman yang bermanfaat dan pastinya tidak terlupakan.
    Tetap semangat bervolunteer yak, kak 🙂

    Suka

  2. Baru tahu tentang Potluck dari artikel ini.
    Tapi kalo pada pelaksanaannya, kami sering lho. Dulu aku sering jalan rame2 dengan teman. Semua bawa makanan masing2 dan nanti saling berbagi gitu.
    Btw, zero waste memang masih sangat susah, tapi begitu pun tetap berusaha dimulai dari diri sendiri.

    Suka

  3. Istilah potluck beneran asing sih, tapi kayanya konsep ini bukan juga hal baru di kita, mungkin minus point yang zero waste aja. Kegiatan kumpul gitu emang seru ya, apa lagi tujuannya untuk edukasi membiasakan hidup zero waste bersama orang-orang yang sefrekuensi.

    Suka

Tinggalkan komentar